Kemarin ketika saya baru saja pulang kerja saya mendapati paha anak saya memar biru kehitaman maka bertanyalah saya padanya, "De, kakimu kenapa ?" dengan polosnya Ia menjawab "dicubit _ _ _ _ " jawabnya tanpa beban. Saya tersentak. Apa betul orang yang saya yakin sangat mengasihi anak saya itu tega menyakitinya. Hati saya penuh tanya. Kesedihan seketika menyelimuti saya saat itu juga, jujur saya menangis ketika saya mandi setelah pulang kerja malam itu, ada penyesalan dalam hati mengapa saya harus bekerja sehingga saya tidak bisa mengurus anak saya sendiri. Hati saya dipenuhi penyesalan dan bersedih. Ya, ibu mana yang tidak bersedih melihat anaknya dilukai meski tidak parah tetapi tetap tidak ikhlas menerimanya. Siapa sangka orang yang masih dalam kategori keluarga itu tega melakukannya meski mungkin saat itu Ia khilaf melakukannya tetap saja hati saya pedih tidak bisa menerima perlakuannya terhadap anak saya itu. Sesak rasanya hati ini. Dan malam itu saya tidur dengan dipenuhi pikiran yang bermacam-macam.
Esoknya saya pergi bekerja dengan masih dipenuhi pikiran tentang perlakuan sebutlah pakde panggilannya pada anak saya. Saya menduga mungkin saat itu pakde lagi bad mood dan anak saya yang notabenenya memang anak yang aktif dan tidak bisa diam itu tidak menurut padanya sehingga mungkin inilah yang menyebabkan pakde tega mencubitnya dan menurut perkiraan saya cubitannya itu pasti sangat keras sehingga meninggalkan bekas memar yang sanga nyata.
Kesedihan saya mungkin cuma satu karena saya merasa kecewa dengan perlakuannya pada anak saya. Keyakinan akan kasih sayangnya pada anak saya menjadi saya sangsikan. Saya takut ketika bad mood-nya muncul maka anak saya akan terluka kembali. Kejadian ini menjadi beban di hati saya dan ini cukup berat bagi saya.
Kejadian seperti ini sebenarnya belum pernah terjadi sebelumnya, saya tau pakde sangat menyanyagi anak saya tapi akibat perlakuannya tersebut ini yang melukakan hati saya. Anak disakiti ternyata ibu lebih terluka. Ketika si anak sudah dengan sangat mudah melupakannya bahkan Ia tidak merasa sakit hati sama sekali berbeda sengan si ibu hatinya masih terluka - bukan dendam - tapi tak taulah namaya cuma rasa luka itu tampaknya berbekas dalam dan tidak mudah sembuh.
Mungkin ini hanyalah sepenggal cerita riak kehidupna keluarga kecil saya. Saya yang dalam hati kecil saya kalau boleh memilih lebih memilih mengurus anak saya sendiri ketimbang bekerja tetapi karena keadaan memaksa saya harus tetap bekerja. Saya sadar saya harus bekerja membantu suami saya untuk kelangsungan hidup keluarga kami. Sangat kekurangan memang kami tidak, tetapi saya ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup anak semata wayang kami. Hidup dijaman sekarang memang membutuhkan dana yang tidak sedikit jika hanya salah satu yang bekerja dengan gaji yang standar saja saya rasa akan sangat tidak cukup terlebih jika kita menginginkan pendidikan yang cukup baik bagi anak biayanya akan menjadi sangat mahal, jadi jalan satu-satunya adalah saya tetap bekerja untuk kepentingan anak kami kelak.
Satu kata buat my beloved daughter "maafkan mommy".
Disini ijinkan saya untuk memajang foto puteri tercintaa saya itu, supaya anda pembaca bisa mengenal lebih dekat puteri saya tercinta, dan ini dia fotonya :
I'll always love you my babe |
You always make me happy |
Salam,
Cha2