Pembisik Berbisik dan Berisik
Dikisahkan, ada sebuah kerajaan kecil yang mempunyai pemimpin seorang raja yang sangat bijaksana. Beliau memiliki beberapa orang pembisik yang cukup mumpuni dalam hal "berbisik". Satu di antara pembisiknya adalah seorang perempuan muda berparas menawan, entah kekuatan apa yang dimiliki si pembisik ini hingga sang raja bisa takluk jika ia sudah berbisik. Segala hal yang awalnya ia tidak setujui, menjadi sebuah anggukkan kepala dari sang raja.
Dulu, pembisik ini berasal dari kalangan rakyat biasa. Entah ini sebuah takdir atau hanya sebuah persinggahan sesaat, sekarang ia bisa menjadi salah satu pembisik raja, yang bisikannya paling didengar. Entah oleh sesama pembisik atau oleh sang Raja. Akibat kekuatannya ini sekarang kekuasaannya mulai beranak pinak. Dari satu sel membelah diri menjadi banyak sel. Dari yang awalnya sebagai pembisik raja, sekarang bertindak sebagai : penasehat, pembimbing, penyampai bisikan, hingga bertindak seolah-olah raja itu sendiri dan mengalungkan nama raja dilehernya. #weleh.
Raja terbuai.
Rakyat menderita.
Banyak kebijakan yang tumpang tindih atau bahkan ditabrak, jika menyangkut kepentingan pribadi. Jika dulu ada salah satu pembisik raja yang setiap hari jumat mengadakan sharing agama tertentu, dengan garang ia menolak dan berkicau kencang, persis seperti kicauan burung gagak.
Berbeda dengan sekarang. Jika pembisik terdahulunya akhirnya tidak meneruskan jadwal sharing mingguannya itu lagi, sekarang justru ia yang memiliki jadwal kegiatan mingguan tersebut. Tidak tanggung-tanggung semua rakyat yang bergender perempuan diwajibkan ikut. Jika menentang, hukuman gantung dan pancung siap menanti.
Rakyat takut.
Semua manut mengikuti sang pembisik.
Sekarang, negri yang dulu tentram itu masih terlihat tentram dari luar. Tapi di bawah sana ada riak-riak kecil yang seolah bergumpal. Dari permukaan terlihat tenang, tapi di bawahnya ada sumber tsunami yang hanya tinggal menunggu genderang berbunyi dan menumpahkan ombak besarnya. Betapa kini udara kebebasan itu seakan mahal harganya. Dulu, kaum perempuan itu jika menghadapi akhir pekan akan menyambutnya dengan suka cita. Bagai hendak bertemu sang pujaan hati, mereka akan mematut diri mereka secantik mungkin. Kadang mereka menggunakan gaun yang sangat cantik, kemudian mereka bersama-sama tamasya ke suatu tempat yang biasa mereka jadikan tempat kongkow, sekedar menghilangkan kejenuhan hari-hari kerja mereka. Tetapi kali ini berbeda, bagi mereka, akhir pekan yang jatuhnya hari jum'at itu seolah hari di mana mereka menghadapi ujian kelulusan. Wajah-wajah stress kadang membingkai mereka dalam sapuan bedak dan guratan gincu tanda bahwa mereka siap menyambut sang Maha Guru. Balutan baju gamis yang anggun seakan tidak bisa pula menutupi kegalauan hati mereka. Bukan, mereka bukan tidak suka kegiatan baru di akhir pekan itu, kegiatan yang dipelopori sang pembisik. Mereka hanya merasa tertekan saja, karena dengan terpaksa harus mengikuti aturan sang pembisik. Kegiatan yang sebenarnya sungguh mulia tetapi berakibat tidak baik karena keterpaksaan. Semua ketidaknyamanan ini timbul akibat kesewenang-wenangan yang tercipta.
Raja diam.
Layaknya ia tertidur.
Mungkin, suatu hari raja terbangun dan menyadari betapa sang pembisik kesayangannya itu telah menjelma menjadi raja kecil, bayang-bayang dirinya. Dan menguasai negrinya.
Raja hanya nama. Penguasa adalah si pembisik.
Jakarta, 28 Oktober 2016
Dulu, pembisik ini berasal dari kalangan rakyat biasa. Entah ini sebuah takdir atau hanya sebuah persinggahan sesaat, sekarang ia bisa menjadi salah satu pembisik raja, yang bisikannya paling didengar. Entah oleh sesama pembisik atau oleh sang Raja. Akibat kekuatannya ini sekarang kekuasaannya mulai beranak pinak. Dari satu sel membelah diri menjadi banyak sel. Dari yang awalnya sebagai pembisik raja, sekarang bertindak sebagai : penasehat, pembimbing, penyampai bisikan, hingga bertindak seolah-olah raja itu sendiri dan mengalungkan nama raja dilehernya. #weleh.
Raja terbuai.
Rakyat menderita.
Banyak kebijakan yang tumpang tindih atau bahkan ditabrak, jika menyangkut kepentingan pribadi. Jika dulu ada salah satu pembisik raja yang setiap hari jumat mengadakan sharing agama tertentu, dengan garang ia menolak dan berkicau kencang, persis seperti kicauan burung gagak.
Berbeda dengan sekarang. Jika pembisik terdahulunya akhirnya tidak meneruskan jadwal sharing mingguannya itu lagi, sekarang justru ia yang memiliki jadwal kegiatan mingguan tersebut. Tidak tanggung-tanggung semua rakyat yang bergender perempuan diwajibkan ikut. Jika menentang, hukuman gantung dan pancung siap menanti.
Rakyat takut.
Semua manut mengikuti sang pembisik.
Sekarang, negri yang dulu tentram itu masih terlihat tentram dari luar. Tapi di bawah sana ada riak-riak kecil yang seolah bergumpal. Dari permukaan terlihat tenang, tapi di bawahnya ada sumber tsunami yang hanya tinggal menunggu genderang berbunyi dan menumpahkan ombak besarnya. Betapa kini udara kebebasan itu seakan mahal harganya. Dulu, kaum perempuan itu jika menghadapi akhir pekan akan menyambutnya dengan suka cita. Bagai hendak bertemu sang pujaan hati, mereka akan mematut diri mereka secantik mungkin. Kadang mereka menggunakan gaun yang sangat cantik, kemudian mereka bersama-sama tamasya ke suatu tempat yang biasa mereka jadikan tempat kongkow, sekedar menghilangkan kejenuhan hari-hari kerja mereka. Tetapi kali ini berbeda, bagi mereka, akhir pekan yang jatuhnya hari jum'at itu seolah hari di mana mereka menghadapi ujian kelulusan. Wajah-wajah stress kadang membingkai mereka dalam sapuan bedak dan guratan gincu tanda bahwa mereka siap menyambut sang Maha Guru. Balutan baju gamis yang anggun seakan tidak bisa pula menutupi kegalauan hati mereka. Bukan, mereka bukan tidak suka kegiatan baru di akhir pekan itu, kegiatan yang dipelopori sang pembisik. Mereka hanya merasa tertekan saja, karena dengan terpaksa harus mengikuti aturan sang pembisik. Kegiatan yang sebenarnya sungguh mulia tetapi berakibat tidak baik karena keterpaksaan. Semua ketidaknyamanan ini timbul akibat kesewenang-wenangan yang tercipta.
Raja diam.
Layaknya ia tertidur.
Mungkin, suatu hari raja terbangun dan menyadari betapa sang pembisik kesayangannya itu telah menjelma menjadi raja kecil, bayang-bayang dirinya. Dan menguasai negrinya.
Raja hanya nama. Penguasa adalah si pembisik.
Jakarta, 28 Oktober 2016
Note
: Seorang penulis memang harus menulis, meski hasilnya belum memuaskan hajar saja
karena ini adalah jalan menuju tulisan yang lebih baik #Keep spirit Sist!
Salam,
Auntie 'eMDi' Dazzling
Auntie 'eMDi' Dazzling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kunjungan anda adalah harapan bagi saya, tinggalkan jejak anda pada kolom komentar sebagai tanda harapan buat saya. Dan, semoga ini bukan harap-harap cemas :)
Dan diatas semua harapan, saya haturkan terimakasih atas kunjungannya :)